HomeKeagamaanArtikel

Bencana Dimana-Mana, Saatnya Muhasabah Bersama

Artikel / Opini :

Berjudul : Bencana Dimana-mana, Saatnya Muhasabah Bersama

Oleh : Siti Hajar
(Aktivis Dakwah Bima)

H

Foto Siti Hajar.

Hujan deras terus mengguyur wilayah Kota dan Kabupaten Bima menyebabkan terjadinya banjir di beberapa tempat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencatat sebanyak 637 rumah warga terdampak banjir, Jumat (20/12/2024). Bahkan dua rumah di antaranya hanyut terbawa arus (detik.com, 21/12/2024). Selain menyebabkan ratusan rumah terendam banjir juga menyebabkan infrastruktur rusak dan jalur transportasi terganggu. Alih fungsi hutan menjadi lahan jagung memperburuk situasi, menyebabkan daya serap tanah menurun drastis.

Intensitas hujan yang tinggi juga menyebabkan tanah longsor. Warga yang terdampak kini berjuang pulih dari bencana, sementara cuaca ekstrem diperkirakan masih berlanjut. BPBD NTB terus memantau dan mengimbau warga untuk tetap waspada.

Sementara itu anggota DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Marga Harun, menilai pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten dan kota tidak serius mengatasi persoalan banjir tahunan yang sering melanda Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima dan Kota Bima termasuk wilayah lain di daerah itu (antaranews.com, 03/01/2025).

Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa tahun terakhir pembalakan liar di kawasan hutan yang berada di Kabupaten Bima seolah dilakukan pembiaran oleh pihak-pihak terkait yang memberikan ijin pembalakan secara liar untuk lahan penanaman tanaman jagung secara bebas tanpa memperhatikan dampak pada rusaknya lingkungan.

Namun begitu, sejatinya bencana alam yang terjadi di Kabupaten Bima dan yang terjadi akhir-akhir ini di seluruh wilayah Indonesia tidak lepas dari penerapan sistem kapitalis sekuler yang mengatur tata kelola lingkungan dengan sangat buruk. Mulai dari buruknya kondisi saluran drainase yang tidak dapat menampung aliran air sehingga air meluap dan merendam permukiman warga, budaya membuang sampah sembarangan sehingga menyebabkan tersumbatnya saluran air, hingga penggundulan hutan yang tidak terkendali menyebabkan bencana banjir menjadi tamu langganan yang wajib hadir dan dijamu dengan tangisan dan derita setiap tahunnya di negeri ini.

Aspek yang paling penting diperhatikan adalah kurangnya infrastruktur mitigasi bencana yang dilakukan oleh pemerintah sehingga lamban dalam penanganan untuk mengatasi bencana. Sistem peringatan dini dan infrastruktur penanggulangan bencana yang tidak optimal tentu bisa meningkatkan risiko terjadinya bencana.

Namun begitu, seringkali manusia menganggap bahwa bencana alam terjadi karena fenomena alam semata. Hal tersebut adalah sebuah takdir yang tidak bisa dihindari sehingga manusia hanya bisa pasrah menerima apapun yang terjadi. Padahal bencana yang terjadi adalah karena ulah tangan manusia yang banyak melakukan pelanggaran syariat. Sikap serakah manusia yang tidak pernah puas, mengeksplorasi alam tanpa batas menjadikan alam murka. Mengingatkan manusia dengan caranya agar manusia sadar dan kembali tunduk serta patuh pada peraturan yang ditetapkan oleh Sang Khaliq. Menyeru manusia untuk bersahabat dengan alam, memanfaatkan sumber daya alam sesuai dengan kebutuhan dan peruntukannya untuk keberlangsungan kehidupan umat manusia dari generasi ke generasi. Namun tanda itu masih saja tidak dimengerti oleh manusia yang bersikap melampaui batas.

Rusaknya tatanan kehidupan hari ini yang berada di bawah kepemimpinan sistem kapitalisme telah merusak tatanan kehidupan manusia termasuk rusaknya lingkungan. Sistem yang menuhankan materi yang menghalalkan segala cara dan mengabaikan syariat Allah SWT dalam setiap kebijakan. Padahal syariat telah mengatur bahwa seorang pemimpin seharusnya menjadi raa’in atau pengurus dan junnah atau pelindung bagi rakyatnya. Namun sistem kapitalisme telah membuat pemimpin negeri-negeri kaum muslim menjadi sosok yang populis. Bahkan bencana alam dijadikan sebagai ajang untuk membangun citra diri meraih simpati rakyat, bukan dibangun atas dasar tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin.

Otoritas kebijakan yang dibuat oleh penguasa populis seolah-olah pro rakyat, padahal sejatinya mereka hanyalah regulator kebijakan untuk para kapitalis. Hutan dieksploitasi secara besar-besaran atas nama pembangunan. Maintenance sungai yang seharusnya bisa dilakukan untuk mencegah banjir namun anggarannya justru dikorupsi, dialihkan untuk tunjangan para pejabat dan sebagainya. Semua itu adalah bentuk kezaliman akibat seorang pemimpin tidak menggunakan syariat Islam dalam mengatur urusan negara. Penguasa semestinya malu jika ada julukan “banjir tahunan” atau “bencana alam langganan”. Hal itu menunjukkan sikap abai terhadap mitigasi bencana, alih-alih mengantisipasinya.

Terjadinya berbagai pelanggaran hukum syariat inilah yang mengantarkan terjadinya bencana alam yang terjadi di negeri ini. Allah SWT berfirman :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ – ٤١

Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. Ar-Rum ayat 41).

Terjadinya berbagai bencana saat ini seharusnya menjadi momen untuk bermuhasabah dan bertobat dengan berupaya agar syariat segera tegak di bawah kepemimpinan Islam dalam bingkai institusi negara khilafah. Sebab hanya negara khilafahlah satu-satunya institusi negara yang mampu menerapkan hukum Islam secara kaffah. Khilafah adalah satu-satunya negara yang bisa menyelamatkan umat manusia dari bencana di dunia dan di akhirat.

Kepemimpinan Islam akan membangun tanpa merusak sehingga bencana bisa diminimalisir. Negara berperan sebagai raa’in dan junnah sehingga rakyat hidup sejahtera penuh berkah. Allah SWT berfirman :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ

Artinya : “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf : 96).

Ketaatan pemimpin pada hukum syariat akan menuntunnya untuk mengatur urusan masyarakat sesuai dengan kemaslahatan mereka semisal untuk mencegah bencana alam.

Dalam pengelolaan berbagai urusan, Islam mensyariatkan untuk melakukan pembangunan terukur, sustainable dan tidak melakukan eksploitasi berlebihan agar bencana bisa diminimalisir. Islam juga memiliki konsep konservasi yang disebut hima. Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda :

“Tidak ada hima dibenarkan kecuali untuk Allah dan RasulNya.” (HR. Bukhari).

Pengaturan lokasi hima diterapkan ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Bahkan manusia dilarang memanfaatkannya untuk selain kepentingan bersama. Ketika Rasulullah menjadi kepala negara di Kota Madinah, beliau pernah menjadikan padang rumput sebagai hima sehingga tidak boleh seorang pun menjadikannya sebagai tempat menggembala ternak. Beliau bahkan menunjuk beberapa tempat yang dijadikan sebagai hima di dekat Madinah.

Islam pun sudah mengatur anggaran apabila terjadi bencana. Dalam baitulmal terdapat alokasi pengeluaran khusus untuk keperluan bencana alam yakni seksi urusan darurat. Seksi ini memberi bantuan kepada kaum muslim atas setiap kondisi darurat atau bencana yang menimpa mereka. Beberapa konsep syariat tersebut akan diterapkan oleh negara khilafah bahkan dijadikan undang-undang negara. Siapapun yang melanggar akan mendapatkan sanksinya. Ketika syariat Islam diterapkan oleh negara, maka akan hadir kepemimpinan yang mengantarkan masyarakat hidup dalam keberkahan, seperti terhindar dari bencana alam.

Bahkan untuk mewujudkan kepemimpinan raa’in dan junnah, Islam memberikan tanggung jawab pada diri seorang pemimpin bahwa dia harus memiliki kepribadian Islam, ketakwaan, kelemahlembutan terhadap rakyat dan tidak menimbulkan antipati. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa berbagai bencana yang terjadi hari ini menjadi bukti kesekian kalinya bahwa umat saat ini membutuhkan kepemimpinan Islam di bawah naungan khilafah rasyidah.

Wallahu’alam bishowwab. (***)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0