KOTA BIMA, TUPA NEWS.- Mid Semester seharusnya berlangsung dengan aman, tertib dan sukses, tapi tidak demikian yang terjadi di SDN 1 Melayu Kota Bima pada hari kelima mid semester dimaksud, tepatnya Jum’at (27/09/2024) pada pukul 08.00 pagi terjadi inseden pemukulan terhadap seorang guru yang dilakukan oleh oknum wali murid, sehingga dilaporkan ke hukum.
Akibatnya pihak sekolah merasa terganggu terhadap insenden dimaksud dan mengalami shok (trauma), sehingga pada Selasa (01/10/2024) pagi di aula sekolah yang dikenal “Sekolah Sirih Puan” itu menggelar pertemuan dengar pendapat, sekaligus Rapat Koordinasi (Rakor) antara wali murid dengan guru SDN 1 Melayu dengan menghadirkan pihak Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora), Dewan Pendidikan, Pengawas Pendidikan, Komite Sekolah serta media massa (cetak dan online).
Dalam sambutan sekaligus pengantarnya, Juriah, S. Pd selalu Kepala SDN 1 Melayu bahwa insenden yang terjadi pada Tanggal 27 September 2024, terkait dugaan kasus pemukulan terhadap seorang guru kami saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada pukul 08.00 pagi. “Jadi kehadiran Dinas Dikpora dan pihak terkait untuk kami minta pendapatnya untuk mencarikan solusi terbaik, agar kejadian yang sama tidak terulang kembalikan,” ujarnya singkat.
Dari liputan langsung media ini, dalam pertemuan tersebut terjadi debat (dengar pendapat) yang melahirkan banyaknya pandangan dari berbagai pihak, sehingga pertemuan yang dibuka secara resmi oleh Plt. Kadis Dikpora Drs. M. Saleh disepakati dengan berbagai hal, seperti sbb :
Pertama : Ramadhan selalu orang tua murid bernama MAZ (Inisal), menyampaikan permohonan maaf-nya atas kejadian kemarin, karena respon orang (saya) saat itu ditelpon oleh anaknya dalam keadaan menangis. Akibat tagisan anak kandung kami merasa emosi sehingga kami tidak bisa mengendalikan diri.
Selain itu, Ramadhan melaporkan bahwa kejadian pemukulan oleh oknum guru kepada siswa, bukan sekali saja dan lebih dari satu kali kejadian yang sama. Dengan kehadiran Dikpora disekolah ini semoga bisa memberikan solusi atas kejadian ini, agar tidak terulang lagi. “Kepala Sekolah tadi melaporkan bahwa dampak kejadian ini menimbulkan rasa trauma bagi guru lain dalam lingkungan sekolah ini, tapi kita juga harus melihat trauma anak kecil ini yang masih dibawah umur pasti trauma itu akan lama rasanya,” ujarnya.
Dirinya (Ramadhan) mengharapkan agar oknum guru tersebut agar dapat merubah sikap, sifat dan tingkah lakunya, agar dalam segala keputusan tidak melakukan kekerasan fisik. Walaupun para siswa-siswi memang aktif (nakal), tapi tidak seperti itu dalam menghadapi anak-anak ini, tapi lakukan dengan cara yang lain, harapnya yang saat itu juga didampingi istrinya bernama Yayu dan wali murid lainnya bernama Fuad.
Kedua : Drs. H. Idris Komite Sekolah juga menyampaikan, kejadian tersebut lagi proses Mid Semester. Jadi pihaknya hadir setelah kejadian, dimana salah seorang guru yang telpon kami sendiri untuk melaporkan kejadian tersebut. “Semoga tidak terjadi lagi kejadian seperti ini,” kata H. Idris
Ketiga : Prasetya Ali Sagas, S. Pd guru SDN 1 Melayu yang juga menjadi korban dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum wali murid tersebut. Dalam dengar pendapat itu, dirinya menceritakan awal mula sebelum ada kejadian. Dimana Kamis (sehari sebelum kejadian) seorang wali murid melaporkan, bahwa anaknya sering diganggu oleh MAZ ini. Nah, hari Jum’at lagi si anak dimaksud lagi-lagi mengganggu siswa lain dengan cara mengirim jawaban untuk mid semester dimaksud.
Kali ini (Dihari kedua) si MAZ mengganggu teman sebangkunya di Kelas IV-C dengan mengirim jawaban. Karena saat Mid Semester, pihaknya menggunakan alat komunikasi (Handphone). Sayapun langsung melerai laporan si anak lain ini, singkat cerita saya menghukum (bukan dihukum secara fisik) yang bersangkutan untuk mengerjakan soal itu depan kelas dan saya sendiri sudah kursi sebagai tempat MAZ untuk diduduki agar dijauhkan dengan teman sementara.
Anak ini-pun tidak mau duduk di kursi yang disediakan, malah duduk dilantai. Akhirnya saya minta untuk keluar dari Kelas dan tidak usah mengikuti mata pelajaran yang diajarkannya. Mendengar kalimat itu, baru MAZ duduk di kursi yang disediakannya. “Jadi tidak benar saya melakukan tindakan kekerasan terhadap siswanya. Kalau saya ambil sapu itu, bukan untuk memukuli (hukum), tapi untuk menakuti saja, agar yang bersangkutan mau mengakui kesalahan yang diperbuatnya dengan mengganggu temannya saat KBM dalam lingkungan sekolah seperti yang dilaporkan kedua temannya itu,” beber Bagas panggilan akrab Prasetya Ali Sagas.
Keempat : Dewan Pendidikan Drs. Abdul Aziz, M. Pd dalam dengar pendapat tersebut menyampaikan bahwa kejadian ini murni miskomunikasi saja. Sehingga diharapkan dewan guru untuk tingkatkan kinerjanya dan menjalankan tugasnya sesuai tupoksinya masing-masing. “Mohon orang tua bina anak-anaknya dirumah, sedangkan di sekolah anak-anak ini dibina oleh guru disini,” singkat Teta Ejo ini.
Kelima : Koorwas Pendidikan Abd. Salam, S. Pd, menyampaikan kita duduk bersama disini bukan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, tapi bagaimana mencari solusi yang terbaik sehingga KBM disekolah ini dapat berjalan dengan baik. “Saya harapkan orang tua tidak langsung masuk diruang kelas saat Mid Semester berlangsung maupun saat KBM lainnya, cukup diselesaikan di ruang Kepala sekolah atau ruang BK saja, pintah Abd. Salam.
Keenam : Ketua PGRI Kota Bima Suhardin, S. Pd., M. Si mengawali sambutannya, memberikan jempol kepada orang tua yang mengakui kesalahan dan sudah meminta maaf didepan forum. Atas kejadian ini dirinya selaku PGRI Kota Bima sudah melaporkan ke PGRI Propinsi Nusa Tenggara Barat sebelumnya, sehingga Ketua PRGI NTB sudah memerintahkan untuk mediasi masalah ini. Walaupun Prasetia Al Sajad sebagai korban sudah melaporkan secara resmi ke Polsek Asakota. “Jadi pelajaran ini yang berharga, semoga kedua kubuh yang bertikai ini bisa menyelesaikan secara damai,” harapnya.
Suhardin ini juga dalam dengar pendapat itu, langsung memimpin prosesi islah antar kedua belah, agar masalah ini tidak berlanjut.
Menutup pertemuan yang menghasilkan musyawarah dan mufakat itu, Kepala Dikpora Kota Bima M. Saleh menegaskan agar tidak lagi terjadi kasus yang sama disekolah ini. Baik guru melakukan kekerasan terhadap siswa, maupun Walimurid dengan mendatangi sekolah hingga keruang kelas hingga membuat proses KBM tidak nyaman. “Ayo selesaikan masalah dengan musyawarah dan mufakat serta dengan kepala dingin, tidak usah dengan kekerasan karena kita sebagai warga negara yang taat hukum, tutupnya. (TN – 01)
COMMENTS