
Dua pendekar asal Wawo saat tampil (antraksi) Mpa’a Sila.
Mpaa Sila dan Mpaa Gantao adalah dua jenis silat tradisional yang memiliki sejarah panjang di tanah Bima dan Dompu.
Indonesia sendiri memiliki beberapa seni bela diri tradisional yang sampai hari ini masih terus dilestarikan keberadaannya melalui beberapa permainan. Nah, tradisi budaya beladiri di Bima-Dompu ini adalah diawali dengan Mpaa Sila yang berasal dari Kampung Rasanggaro Desa Matua Kecamatan Poha Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Mpaa Sila ini sendiri adalah bentuk seni bela diri yang bergaya permainan silat tradisional. Berbeda dengan silat tradisional dari daerah lain, silat ini (Sila, red) merupakan permainan silat dengan pedang. Sementara itu untuk silat yang tidak menggunakan senjata tajam disebut dengan Gantao.
Melihat sejarahnya, kedua permainan ini memiliki usia yang sudah sangat panjang. Kala itu dua orang pedagang Arab bernama Huma dan Banta datang ke Bima dan Dompu untuk menyebarkan agama Islam.
Dalam perjalanan tersebut kedua orang ini pun mengenalkan silat tradisional yang sebenarnya digunakan untuk memeriahkan acara perkawinan atau khitanan masyarakat. Jadi silat tradisional ini pada mulanya adalah permainan musiman saja. Masyarakat biasa memainkan Mpaa Sila dan Gantao pada pagi atau sore hari saja.
Mengutip buku “Permainan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat” milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada mulanya yang dijadikan pusat Perguruan Mpaa Sila dan Gantao adalah di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima. Pada waktu itu terkenal tiga orang pendekar berdarah Bugis bernama Talibo, Pata Epa dan Pata Elo.
Seiring berjalannya waktu permainan rakyat ini berkembang hingga wilayah Kempo dan Pelabuhan Ndaru di Bima. Karena menarik, permainan ini pun digemari oleh masyarakat dan banyak dari mereka yang ingin belajar atau hanya sekadar melihat pertunjukannya. Atas dasar itu permainan ini pun mulai dipertunjukan ke masyarakat luas.
Pada mulanya dua jenis silat ini diadakan pada upacara Ndiha Molu atau Maulid Nabi di Kerajaan dan Pako Paja Kai atau Panen Sawah Raja.
Pada dua acara tersebut para pendekar akan berkumpul dan dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga menjadi waktu yang tepat untuk melaksanakan atraksi budaya tersebut.
Berdasarkan dalam sejarah, pertunjukan seni beladiri ini sebelum permainan dimulai para jawara akan menunggu di tempat yang sudah disediakan. Selanjutnya alunan irama Boe Katete dari Marakani—musik pengiring—akan mengalun pelan.
Mendengar alunan Marakani, penonton akan langsung berdatangan untuk membentuk lingkaran yang pada akhirnya dijadikan sebagai arena pertarungan dua jawara.
Peserta yang boleh ikut terdiri dari kaum laki-laki baik anak muda maupun dewasa dan dilakukan satu lawan satu. Untuk Mpaa Sila aturannya ialah pukulan boleh dilakukan pada tubuh bagian atas dari kepala hingga bahu. Sementara untuk bagian bawah dari telapak kaki sampai ke lutut.
Pukulan dilakukan dengan menggunakan pedang dengan cara menyabetkan atau menusuk ke arah lawan. Pertandingan akan berhenti jika salah seorang jawara menyerah atau sudah tidak sanggup melanjutkan pertandingan. Pada Gantao berlaku peraturan yang sama, hanya saja tidak menggunakan pedang.
Sebelum permainan dimulai dua buah pedang disilangkan di tengah-tengah para jawara. Sebelumnya para jawara juga akan memberikan jurus-jurus pembuka.
Sesudah kedua pemain melakukan hal yang sama, permainan dimulai dengan terlebih dahulu mengambil pedang yang sudah dipasang di tengah arena tadi.
Kemudian mulailah mereka saling membabat dan menusuk. Setiap selesai satu tahap, diselingi dengan menari-nari. Memukul dan menangkis dilakukan bergantian. Demikian terus menerus sampai kedua pemain merasa lelah atau salah satu menyerah.
Permainan diselingi dengan Gantao. Dalam Gantao ini dikenal jurus-jurus yang disebut jurus harimau, selence (keranda), kuda-kuda dan lain-lain.
Dalam permainan ini tidak ada hukuman atau hadiah dan hanya sekadar hiburan rakyat semata. Walaupun sesekali terasa cukup intens, uniknya tak pernah ada dendam antara pemain yang kalah dan menang. (***)
COMMENTS