
Foto Penulis.
Author: Haryanto, A.Md, S.Pd.I
(_Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah_)
Budaya *Rimpu Mbojo* di Bima Nusa Tenggara Barat merupakan sebuah tradisi berpakaian dari sarung yang di pakai oleh Wanita di Daerah Bima, untuk menutupi kepala dan dijulurkan ke bawah tubuh sehingga menutupi aurat mereka.
*Rimpu Mbojo* tidak hanya sekadar simbol budaya, tradisi ini mengandung makna mendalam yang sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan kesucian perempuan. Sayangnya, penerapan *Rimpu Mbojo* kini terbatas pada acara-acara tertentu, dan tidak lagi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Padahal, praktik ini seharusnya dipahami sebagai bagian dari kewajiban agama dalam rangka menutup aurat sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
*_Sejarah Rimpu Bojo dan Keterkaitannya dengan Islam_*
*Rimpu Mbojo* berkembang di Bima pada masa awal Islamisasi, sekitar abad ke-17, sebagai bentuk adaptasi terhadap ajaran Islam yang mewajibkan perempuan untuk menutup aurat mereka. Tradisi ini, yang awalnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kini lebih sering digunakan pada acara-acara tahunan seperti perayaan hari jadi Bima baik Kota Maupun Kabupaten Bima.
Sesungguhnya *Rimpu Mbojo* adalah warisan budaya yang seharusnya dipraktikkan setiap hari oleh perempuan Muslimah, seiring dengan tuntunan Islam tentang kewajiban menutup aurat.
*_Islam dan Perintah Menutup Aurat_*
Islam dengan tegas mewajibkan perempuan untuk menutup aurat sebagai upaya untuk menjaga kehormatan dan kesucian mereka. Allaah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman:
Surat Al-Ahzab Ayat 59
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Terjemahan: _Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang._
(QS. Al-Ahzab : 59)
Ayat ini menegaskan kewajiban bagi perempuan untuk menutup aurat, dan *Rimpu Mbojo* menjadi salah satu manifestasi dari perintah tersebut dalam budaya lokal Bima.
Rasulullah, Muhammad Sholallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.
_“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”._ (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).
Hadis ini menunjukkan ketika seorang wanita menjaga kehormatannya (menutup aurat) merupakan salah satu amalan yang mendatangkan kemuliaan, dan menjadi kunci untuk mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allaah ‘azza wajalla
bentuk perlindungan dari Allah untuk menjaga kehormatan perempuan dan mencegah mereka dari fitnah.
Ulama, Sudi Rahimahullah berkata: _“Dahulu orang-orang fasik di Madinah biasa keluar di waktu malam ketika malam begitu gelap di jalan-jalan Madinah. Mereka ingin menghadang para wanita. Dahulu orang-orang miskin dari penduduk Madinah mengalami kesusahan. Jika malam tiba para wanita (yang susah tadi) keluar ke jalan-jalan untuk memenuhi hajat mereka. Para orang fasik sangat ingin menggoda para wanita tadi. Ketika mereka melihat para wanita yang mengenakan jilbab, mereka berkata, “Ini adalah wanita merdeka. Jangan sampai menggagunya.” Namun ketika mereka melihat para wanita yang tidak berjilbab, mereka mengatakan, “Ini adalah budak wanita. Mari kita menghadangnya.”_ (Rumaysho.com)
*Wali Kota Bima, H.A. Rahman H. Abidin, berpendapat bahwa Rimpu bukan hanya sekadar kain tenun yang dililitkan, melainkan simbol kehormatan perempuan Bima dan identitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan kearifan lokal.*
*_Ancaman bagi Wanita yang Tidak Menutup Aurat_*
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, mengingatkan tentang ancaman bagi wanita yang tidak menutup auratnya. Sebagaimana dalam hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau
bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat:
1. Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan,
2. Para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Hadis ini memberikan peringatan keras terhadap wanita yang tidak menjaga auratnya dengan benar, dan menggambarkan bahwa mereka akan mendapat ancaman yang sangat berat di akhirat.
*Revitalisasi Budaya Rimpu Bojo dalam Kehidupan Sehari-Hari*
Budaya *Rimpu Mbojo* seharusnya dipandang lebih dari sekadar pakaian tradisional atau simbol budaya. Penggunaan *Rimpu Mbojo* sebagai pakaian sehari-hari merupakan salah satu cara untuk menghidupkan syiar Islam dan melestarikan budaya lokal yang penuh hikmah. Dengan menjadikan *Rimpu Mbojo* sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, perempuan Muslimah tidak hanya memperlihatkan kepatuhan terhadap ajaran agama, tetapi juga melestarikan warisan budaya yang sangat bernilai.
*Penutup*
Budaya *Rimpu Mbojo* adalah sebuah warisan budaya yang sangat berharga, yang menyatukan antara ajaran Islam dan kearifan lokal. Dengan mengenakan *Rimpu Mbojo* dalam kehidupan sehari-hari, perempuan Bima tidak hanya menjaga kehormatan dan kesucian diri, tetapi juga memenuhi kewajiban agama mereka dalam menutup aurat. Semoga revitalisasi budaya ini dapat memperkuat identitas spiritual perempuan Bima sebagai Muslimah yang taat, serta mendapatkan kemuliaan yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana tercermin dalam ajaran Islam yang agung. (***)
COMMENTS